ILmu Sosiatri adalah salah satu cabang ilmu sosial yang khusus mempelajari hubungan antar-individu dan antar-kelompok manusia dalam masyarakat dalam konteks pembangunan atau pengembangan masyarakat itu sendiri. Fokus utama kajiannya adalah pembangunan masyarakat, yakni tindakan-tindakan manusia untuk menciptakan keseimbangan hubungan antara kebutuhan dengan sumberdaya guna mencapai kesejahteraan fisik, mental dan sosial warga masyarakat.
Jurusan Ilmu Sosiatri dibentuk oleh sebuah Panitia Ad Hoc Senat UGM pada tanggal 10 Juli 1957 berdasarkan PP No. 15 Tahun 1957. Jurusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kelembagaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM khususnya dan ilmu sosial di Indonesia pada umumnya. Kelahirannya juga tidak terlepas dari - atau dilatarbelakangi oleh kondisi sosial, ekonomi dan politik - yang sangat fragil di Indonesia pascakemerdekaan. Kebutuhan masyarakat pada sumberdaya ekonomi, sosial dan politik sebagai basis integrasi sosial sangat tinggi, tetapi ketersediaan sumberdaya tersebut sangat terbatas. Akibatnya daya tahan masyarakat sebagai suatu komunitas sosial menjadi lemah untuk melindungi diri dari ancaman disintegrasi dan disorganisasi sosial.
Kelainan-kelainan sosial (social disorganization) inilah yang dipandang sebagai ancaman bagi disintegrasi sosial, sehingga perlu mendapat penanganan yang tepat dan terencana. Untuk itu Panitia Ad Hoc Senat UGM mengembangkan suatu disiplin atau pendekatan baru yang melihat disorganisasi sosial sebagai suatu objek kajian ilmu sosial yang khusus. Disiplin itu kemudian disebut Ilmu Sosiatri dan sekaligus diposisikan sebagai salah satu jurusan di FISIPOL UGM.
Dalam perkembangan selanjutnya perhatian Ilmu Sosiatri tidak terbatas pada upaya-upaya mengatasi kelainan-kelainan sosial dalam kehidupan masyarakat, melainkan bergerak lebih jauh ke pasca penanganan masalah tersebut, yakni pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, ada dua pendekatan utama yang digunakan Ilmu Sosiatri di dalam kajian tentang objek ilmunya, yakni pendekatan Community Organization dan Community Develompent (CD).
Apabila kedua pendekatan itu dijadikan basis penilaian, maka secara substansial Ilmu Sosiatri termasuk cukup berkembang. Ilmu ini dapat disebut sebagai embrio sekaligus pioner dalam pengembangan pendekatan-pendekatan pembangunan masyarakat yang bersifat aplikatif. Pendekatan tersebut juga diadopsi oleh Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial yang lahir pada awal tahun 80-an, sebagai pendekatan utama dalam kajian-kajian tentang kesejahteraan sosial. Bahkan kurikulum yang sejak awal dikembangkan oleh Jurusan Ilmu Sosiatri juga digunakan oleh jurusan baru tersebut untuk memperkuat disiplin keilmuannya.
Memang secara kuantitatif perkembangan Ilmu Sosiatri relatif lambat. Hal ini tampak antara lain dari sedikitnya perguruan tinggi yang mengembangkan Jurusan Ilmu Sosiatri. Dan dari jumlah yang sedikit itu bahkan ada yang berubah nama menjadi Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Barangkali hanya sekedar mengubah nama, tetapi substansinya tetap pada apa yang menjadi basis Ilmu Sosiatri.
Sejarah Lahirnya Sosiatri
Keberadaan Sosiatri sebagai ilmu pengetahuan jika diasosiasikan dengan umur manusia dapat dikategorikan sudah dewasa. Kenyataannya, ilmu ini belum banyak dikenal. Istilah Sosiatri bahkan tidak ditemukan di dalam kamus-kamus tertentu yang menjelaskan Bahasa Indonesia, meskipun kamus tersebut mencantumkan label “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia”. Tidak mengherankan, sebab di kalangan ilmiah, kebermaknaan ilmu ini sebagai cabang ilmu sosial masih banyak ditentang dan bahkan ditolak.
Sosiatri sebagai salah satu cabang ilmu sosial, mulai dikembangkan oleh Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM). Sosiatri ditetapkan sebagai salah satu cabang ilmu sosial oleh UGM pada tahun 1957. Pada 10 Juli 1957, secara resmi UGM membuka jurusan Ilmu Sosiatri yang berada dalam naungan Fakultas Sosial dan Politik. Jurusan ini dibuka dengan tujuan menghasilkan ahli-ahli Sosiatri atau Sosiatris.
Jurusan Sosiatri di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM dibuka dengan dikeluarkannya Keputusan Sidang Panitia Adhoc Senat UGM. Sebelum sampai pada keputusan tersebut, Senat UGM telah melalui perundingan panjang untuk memformulasikan sebuah nama bagi ilmu baru yang diperlukan untuk pembangunan masyarakat Indonesia. Sidang Panitia Adhoc Senat UGM tersebut terdiri dari 5 orang guru besar UGM. Kelima guru besar tersebut adalah: Prof. Mr. Drs. Notonegoro sebagai ketua dan Prof. Drs. Sigit, Prof. Mr. Kusuniadi, Prof. Drs. Sunardjo, dan Prof. Mr. Hardjono sebagai anggota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar